Tuesday, March 16, 2010

Taylor Momsen

I should do my Communication Theory ' assignment today, but i haven't buy the book yet. Hahh...this is holiday and i really want to work it out coz on Thursday its should collect. My friends also asked me to come with them to Selorejo, another photoshoot, bu i can't go...coz i thin im gonna go to fashion show at MOG. Actually it was every years event that held by PS PRO, graduated show for their student. And i was one of the alumnus, buat i cant go, because it's rainny, my brother can't take me...T.T

So, here i am...posting about my fav. rock chick, taylor Momson. She's hot! ok, maybe sometimes she wasn't dressed suitable with her age. But somehow it works for her! I like her song with her band, The Pretty rackless, Zombie and Blender.

i love this strippy loose!





These are couple of her photoshoots with those cool outfit!

Leather studded corset, high weist micro pants


square loose top, lace stocking, leather boots ; laces mini dress, big shirt jins, over-knee sheer shock

What do u think of Little J? Does she the next Queen Bee?

Senja/ Twilight

Sepotong Senja untuk Pacarku
karya Seno Gumira Ajidarma
Cerpen Pililihan Kompas 1993

* * *


Alina tercinta,

Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja–dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap?

Seperti setiap senja di setiap pantai, tentu ada juga burung-burung, pasir yang basah, siluet batu karang, dan barangkali juga perahu lewat di jauhan. Maaf, aku tidak sempat menelitinya satu persatu. Mestinya ada juga lokan, batu yang berwarna-warni, dan bias cahaya cemerlang yang berkeretap pada buih yang bagaikan impian selalu saja membuat aku mengangankan segala hal yang paling mungkin kulakukan bersamamu meski aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah kapan menjadi kenyataan.


Kukirimkan sepotong senja ini untukmu Alina, dalam amplop yang tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata.


Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia Alina.


Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagi pula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti bisa diubah maknanya. Itulah dunia kita Alina.


Kukirimkan sepotong senja untukmu Alina, bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik cakrawala.


Alina yang manis, Alina yang sendu, Akan kuceritakan padamu bagaimana aku mendapatkan senja itu untukmu.


Sore itu aku duduk seorang diri di tepi pantai, memandang dunia yang terdiri dari waktu. Memandang bagaimana ruang dan waktu bersekutu, menjelmakan alam itu untuk mataku. Di tepi pantai, di tepi bumi, semesta adalah sapuan warna keemasan dan lautan adalah cairan logam meski buih pada debur ombak yang menghempas itu tetap saja putih seperti kapas dan langit tetap saja ungu dan angin tetap saja lembab dan basah, dan pasir tetap saja hangat ketika kuusapkan kakiku ke dalamnya.


Kemudian tiba-tiba senja dan cahaya gemetar.

Keindahan berkutat melawan waktu dan aku tiba-tiba teringat padamu.
“barangkali senja ini bagus untukmu,” pikirku. Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi lantas kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.

Setelah itu aku berjalan pulang dengan perasaan senang. Aku tahu kamu akan menyukainya karena kamu tahu itulah senja yang selalu kamu bayangkan untuk kita. Aku tahu kamu selalu membayangkan hari libur yang panjang, perjalanan yang jauh, dan barangkali sepasang kursi malas pada sepotong senja di sebuah pantai di mana kita akan bercakap-cakap sembari memandang langit sambil berangan-angan sambil bertanya-tanya apakah semua ini memang benar-benar telah terjadi. Kini senja itu bisa kamu bawa ke mana-mana.


Ketika aku meninggalkan pantai itu, kulihat orang-orang datang berbondong-bondong, ternyata mereka menjadi gempar karena senja telah hilang. Kulihat cakrawala itu berlubang sebesar kartu pos.


Alina sayang,

Semua itu telah terjadi dan kejadiannya akan tetap seperti itu. Aku telah sampai ke mobil ketika di antara kerumunan itu kulihat seseorang menunjuk-nunjuk ke arahku.

“Dia yang mengambil senja itu! Saya lihat dia mengambil senja itu!”


Kulihat orang-orang itu melangkah ke arahku. Melihat gelagat itu aku segera masuk mobil dan tancap gas.


“Catat nomernya! Catat nomernya!”


Aku melejit ke jalan raya. Kukebut mobilku tanpa perasaan panik. Aku sudah berniat memberikan senja itu untukmu dan hanya untukmu saja Alina. Tak seorang pun boleh mengambilnya dariku. Cahaya senja yang keemasan itu berbinar-binar di dalam saku. Aku merasa cemas karena meskipun kaca mobilku gelap tapi cahaya senja tentu cukup terang dilihat dari luar. Dan ternyata cahaya senja itu memang menembus segenap cahaya dalam mobilku,sehingga mobilku itu meluncur dengan nyala cemerlang ke aspal maupun ke angkasa.


Dari radio yang kusetel aku tahu, berita tentang hilangnya senja telah tersebar ke mana-mana. Dari televisi dalam mobil bahkan kulihat potretku sudah terpampang. Aduh. Baru hilang satu senja saja sudah paniknya seperti itu. Apa tidak bisa menunggu sampai besok? Bagaimana kalau setiap orang mengambil senja untuk pacarnya masing-masing? Barangkali memang sudah waktunya dibuat senja tiruan yang bisa dijual di toko-toko,dikemas dalam kantong plastik dan dijual di kaki lima. Sudah waktunya senja diproduksi besar-besaran supaya bisa dijual anak-anak pedagang asongan di perempatan jalan.


“Senja! Senja! Cuma seribu tiga!”


Di jalan tol mobilku melaju masuk kota.Aku harus hati-hati karena semua orang mencariku. Sirene mobil polisi meraung-raung di mana-mana. Cahaya kota yang tetap gemilang tanpa senja membuat cahaya keemasan dari dalam mobilku tidak terlalu kentara. Lagi pula di kota, tidak semua orang peduli apakah senja hilang atau tidak. Di kota kehidupan berjalan tanpa waktu, tidak peduli pagi siang sore atau malam. Jadi tidak pernah penting senja itu ada atau hilang. Senja cuma penting untuk turis yang suka memotret matahari terbenam. Boleh jadi hanya demi alasan itulah senja yang kubawa ini dicari-cari polisi.


Sirene polisi mendekat dari belakang. Dengan pengeras suara polisi itu memberi peringatan.


“Pengemudi mobil Porsche abu-abu metalik nomor SG 19658 A, harap berhenti. Ini Polisi. Anda ditahan karena dituduh telah membawa senja. Meskipun tak ada aturan yang melarangnya, tapi berdasarkan…”


Aku tidak sudi mendengarnya lebih lama lagi. Jadi kubilas dia sampai terpental keluar pagar tepi jalan. Kutancap gas dan menyelip-nyelip dengan lincah di jalanan. Dalam waktu singkat kota sudah penuh raungan sirene polisi. Terjadi kejar-kejaran yang seru.Tapi aku lebih tahu seluk-beluk kota, jalanan dengan cahaya yang bernmain warna, gang-gang gelap yang tak pernah tercatat dalam buku alamat, lorong-lorong rahasia yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang di bawah tanah.


Satu mobil terlempar di jalan layang, satu mobil lain tersesat di sebuah kampung, dan satu mobil lagi terguling-guling menabrak truk dan meledak lantas terbakar.Masih ada dua polisi bersepeda motor mengejarku. Ini soal kecil. Mereka tak pernah bisa mendahuluiku, dan setelah kejar-kejaran beberapa lama, mereka kehabisan bensin dan pengendaranya cuma bisa memaki-maki. Kulihat senja dalam saku bajuku. Masih utuh. Angin berdesir. Langit semburat ungu. Debur ombak menghempas ke pantai. Hanya padamulah senja ini kuserahkan Alina.


Tapi Alina, polisi ternyata tidak sekonyol yang kusangka. Di segenap sudut kotak mereka telah siap siaga. Bahkan aku tak bisa membeli makanan untuk mengisi perutku. Bahkan di langit tanpa senja, helikopter mereka menyorotkan lampu di setiap celah gedung bertingkat. Aku tersudut dan akhirnya nyaris tertangkap. Kalau saja tidak ada gorong-gorong yang terbuka.


Mobilku sudah kutinggal ketika memasuki daerah kumuh itu. Aku berlari di antara gudang, rumah tua,tiang serta temali. Terjatuh di atas sampah, merayapi tangga-tangga reyot, sampai seorang gelandangan menuntunku ke suatu tempat yang tak akan pernah kulupakan dalam hidupku.


“Masuklah,” katanya tenang, “disitu kamu aman.


Ia menunjuk gorong-gorong yang terbuka itu. Ada tikus keluar dari sana. Banya bacin dan pesing. Kutengok ke bawah. Kulihat kelelawar bergantungan. Aku ragu-ragu.Namun deru helikopter dengan lampu sorotnya yang mencari-cari itu melenyapkan keraguanku.


“Masuklah, kamu tidak punya pilihan lain.”


Dan gelandangan itu mendorongku. Aku terjerembab jatuh. Bau busuknya bukan main. Gorong-gorong itu segera tertutup dan kudengar gelandangan itu merebahkan diri di atasnya. Lampu sorot helikopter menembus celah gorong-gorong tapi tak cukup untuk melihatku. Kurabah senja dalam kantongku, cahayanya yang merah keemas-emasan membuat aku bisa melihat dalam kegelapan. Aku melangkah dalam gorong-gorong yang rupanya cukup tinggi juga. Kusibukkan kelelawar bergantungan yang entah mati entah hidup itu. Kulihat cahaya putih di ujung gorong-gorong. Air busuk mengalir setinggi lutut, namun makin ke dalam makin surut. Di tempat yang kering kulihat anak-anak gelandangan duduk-duduk maupun tidur-tiduran, mereka berserakan memeluk rebana dengan mata yang tidak memancarkan kebahagian.


Aku berjalan terus melangkahi mereka dan coba bertahan. Betapa pun ini lebih baik daripada harus menyerahkan senja Alina.


Di ujung gorong-gorong,di temapt cahaya putih itu, ada tangga menurun ke bawah. Kuikuti tangga itu. Cahaya semakin terang dan semakin benderang. Astaga. Kamu boleh tidak percaya Alina, tapi kamu akan terus membacanya. Tangga itu menuju ke mulut sebuah gua, dan tahukah kamu ketika aku keluar dari gua itu aku ada di mana? Di tempat persisi sama dengan tempat di mana aku mengambil senja itu untukmu Alina. Sebuah pantai dengan senja yang bagus:ombak,angin,dan kepak burung?tak lupa cahaya keemasan dan bias ungu pada mega-mega yang berarak bagaikan aliran mimpi. Cuma saja tidak ada lubang sebesar kartu pos. Jadi, meskipun persis sama,tapi bukan tempat yang sama.


Aku berjalan ke tepi pantai. Tenggelam dalam guyuran alam yang perawan. Nyiur tentu saja, matahari, dan dasat lautan yang bening dengan lidah ombak yang berdesis-desis. Tak ada cottage , tak ada barbeque, tak ada marina.


“semua itu memang tidak perlu. Senja yang bergetar melawan takdir membiaskan cahaya keemasan ke tepi semesta. Aku sering malu sendiri melihat semua itu. Alina, apakah semua itu mungkin diterjemahkan dalam bahasa?”


Sambil duduk di tepi pantai aku berpikir-pikir, untuk apakah semua ini kalau tidak ada yang menyaksikannya? Setelah berjalan ke sana ke mari aku tahu kalau dunia dalam gorong-gorong ini kosong melompong. Tak ada manusia, tak ada tikus, apalagi dinosaurus. Hanya burung yang terkepak, tapi ia sepertinya bukan burung yang bertelur dan membuat sarang. Ia hanya burung yang dihadirkan sebagai ilustrasi senja. Ia hanya burung berkepak dan berkepak terus disana. Aku tak habis pikir Alina, alam seperti ini dibuat untu apa? Untuk apa senja yang bisa membuat seseorang ingin jatuh cinta itu jika tak ada seekor dinosaurus pun menikmatinya? Sementara di atas sana orang-orang ribut kehilangan senja….


Jadi, begitulah Alina, kuambil juga senja itu. Kukerat dengan pisau Swiss yang selalu kubawa, pada empat sisinya, sehingga pada cakrawala itu terbentuk lubang sebesar kartu pos. Dengan dua senja di saku kiri dan kanan aku melangkah pulang. Bumi berhenti beredar di belakangku, menjadi kegelapan yang basah dan bacin. Aku mendaki tangga kembali menuju gorong-gorong bumiku yang terkasih.


Sampai di atas, setelah melewati kalelawar bergantungan,anak-anak gelandangan berkaparan, dan air setinggi lutut, kulihat polisi-polisi helikopter sudah pergi. Gelandangan yang menolongku sedang tiduran di bawah tiang listrik sambil meniup saksofon.


Aku berjalan mencari mobilku. Masih terparkir dengan baik di supermarket. Nampaknya bahkan baru saja dicuci. Sambil mengunyah pizza segera kukebut mobilku menuju pantai. Dengan dua senja di saku kiri dan kanan, lengkap dengan matahari,laut,pantai, dan cahaya keemasannya masing-masing, mobilku bagai memancarkan cahaya Ilhai. Sepanjang jalan layang, sepanjang jalan tol, kutancap gas dengan kecepatan penuh…


Alina kekasihku, pacarku, wanitaku.

Kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi kemudian. Kupasang senja yang dari gorong-gorong pada lubang sebesar kartu pos itu dan ternyata pas. Lantas kukirimkan senja yang ?asli? ini untukmu, lewat pos.

Aku ingin mendapatkan apa yang kulihat pertama kali: senja dalam arti yang sebenarnya?bukan semacam senja yang ada di gorong-gorong itu.





Kini gorong-gorong itu betul-betul menjadi gelap Alina. Pada masa yang akan datang orang-orang tua akan bercerita pada cucunya tentang kenapa gorong-gorong menjadi gelap.Meraka akan berkisah bahwa sebenarnya ada alam lain di bawah gorong-gorong dengan matahari dan rembulannya sendiri, namun semua itu tida lagi karena seorang telah mengambil senja untuk menggantikan senja lain di atas bumi. Orang-orang tua itu juga akan bercerita bahwa senja yang asli telah dipotong dan diberikan oleh seseorang kepada pacarnya.


Alina yang manis, paling manis, dan akan selalu manis, Terimalah sepotong senja itu, hanya untukmu, dari seseorang yang ingin membahagiakanmu. Awas hati-hati dengan lautan dan matahari itu, salah-salah cahayanya membakar langit dan kalau tumpah airnya bisa membanjiri permukaan bumi.


Dengan ini kukirimkan pula kerinduanku padamu, dengan cium, peluk, dan bisikan terhangat, dari sebuah tempat yang paling sunyi di dunia.


__________________________________________________________________________________

cerpen ini aku dapetin dari browsing tentang senja di google. I love all about twilight.
Sekarang ini aku lagi ngerjain project novel judulnya Embun di Kala Senja. Ide ceritanya udah lama dan selama ini aku tulis dalam bentuk analogi. Bahasanya hampir seperti sastra, tapi bukan sastra yang terlalu berat.

Saat aku nulis project ini aku membayangkan, bagaimana kalau tulisan aku ini dibuat film. Dengan warna-warna jingga senja, warna sephia...just beautiful things inside the story.

Tokoh Embun dan Karya Senja aku buat sekitar 3 tahun lalu. Me as Embun dan Karya Senja adalah sosok yang sampe sekarang masih ada di hidup aku dan project ini aku buat bareng dia. Novelnya masih dalam proses dan aku benar-benar berusaha buat fokus sama jalan ceritanya dan do the best buat project novel pertama aku ini. Wish me luck! 

Kayu Tangan

This is the photoshoot with 11 young photographers in Malang. It's fun and would be the longest photoshoot i ever done! Imagine, from 3pm until 7pm. There were 2 models, me and my friend, Pipip. It was rainny for about an hours. The stores keepers let us done some photoshoot and they took our pictures also.

I actually have told to my friends, i don't want to do the photoshoot, i want to learn about photograph. And im having probs with my pimples. My doctor said im not allowed to put on fully make up. Bw, i agreed to do this because they told will teach me the photograph.

These taken by Yoga Laksadena


These taken by Imam


Have you seen A Moment to Remember?! I know it was too late for me! haha...love this Korean movie! i cried a lot during the movie.


Synopsis :  A career woman Soo-jin who has everything and was born with a silver spoon in her mouth gets dumped by her already-married boyfriend. She tries to get over him and forget. One day she bumps into a poor carpenter, Cheol-soo whose only goal in life is to become an architect, and she becomes attracted to him. They finally fall in love and get happily married. Now that she thinks she found the right one, she has to face the undeniable fact that she has a disease which is erasing her memories…

I really suggest u! watch it!
Have a great Holiday u all! and Happy Nyepi!^^





Monday, March 15, 2010

One day street photoshoot

Oh, God! it's been so long after my last post!
still less with what i've done on this blog and this year i promise to my self to do this more serious! i love writing, i do...that's why im kind of busy with my Novel's project and also makking sum design for Malang indie store.

For a month i challanged my self worked at one of cafe in Malang. It wasn't easy to balanced it with my study...so i quite and back to design and writing.

Lot things happened to me...my new hubby!^^, lot of project and else...including my father got sick and im so sad about that! i love him too much! but he's better now...:)

These are photoshoot taken by my friends...these taken by Danar Wiguna.




















These taken by Ade Bagus




















It was located at Parking lot of Pasar Besar, it's a traditional market at Malang i guess, i don't know how to call it actually! Haha...
There was another model, i took her picture for my final semester.

Loose top : i bought it from Gedebage Bandung
Backless top : no label, i bought it soo long ago at Melaway, Blok M, Jakarta.
Black skinny high weist : i ordered from my family in Jakarta, ITC Ambasador maybe.
The rebel boots : my father's, it was old and vintage.
all those bracelets i bought from Bandung, Jakarta and Jogja.
chain necklace : Diva
'Allah' necklace : from my friend

hey, this is one of my paper called Precious. Sorry can't translate to English coz i think it would be better and sound beautiful in Indonesia.


Ketika itu...aku adalah bocah yang tidak mau mengerti tentang orang lain. Aku bocah yang terperangkap dalam tubuh pria dewasa. Mereka bilang aku seniman Don Juan, roman picisan atau kekanak-kanakan. Yah, dulu..aku menjunjung tinggi kehidupan penuh permainan dan kesenangan seperti itu.

"Sesuatu yang berharga adalah sesuatu yang dijaga, bukan sesuatu yang disesali saat tidak lagi dimiliki." Itu adalah kalimat yang kini terus kupegang, kalimat dari kaka laki-lakiku tersayang. Rival terbesarku sekaligus sahabat terbaik yang paling mengerti aku.

Dulu aku hanya tertawa mendengar kata-kata itu. "Ketika sudah tidak lagi kumiliki, aku akan membuatnya jadi milikku kembali! Haha...apa yang aku inginkan pasti aku miliki!"

Dan aku salah...tak semua bisa kumiliki...

__________________________

________

"Pagi..."

Bidadari manis dari mana yang membangunkanku sepagi ini? membuka tirai jendela dan menyodorkan secangkir susu coklat hangat. Hmmm...harum tubuhnya membuka mataku. Gadis berwajah lembut dengan rambut panjang terurai berwarna hitam kemilau. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan khas gadis-gadis Indonesia. Matanya berwarna coklat bening dengan hiasan bulu mata lentik. Wajah polos dengan make up seadanya...yah, dia bukan bidadari berwajah menor dibalut busana mini dengan tubuh semok yang biasa berlalu lalang di ibu kota.

Harumnya masih terasa bahkan ketika dia meninggalkan kamarku...

"Kenapa bengong?!" Suara berat kakaku mengagetkan. "Pasti kamu terkaget-kaget melihat sosok barusan? Haha..".

"Halah..dia bukan tipeku Gas...lo tau kan gw suka perempuan seperti apa?" Pandanganku tertarik ke arah taman di depan jendela kamarku. Gadis itu layaknya peri bergaun putih, menyirami taman tempat tinggalnya.

"Hmmm...biar kubayangkan. Gadis bertubuh sekal dengan dada menggumpal, pantat aduhai, kulit putih mulus buatan, mata menggoda, rambut karatan khas metropolitan, kaki panjang, bedak dempulan, baju mini setengah badan....hahh..."

gadis itu melambai melihat aku dan kakakku berdiri di depan jendela. ia tertawa lebar...

"Helmira Ratna Kusuma. Anak dari pengusaha kebun teh ternama di Bandung. Keahlian? Jangan ditanya..dia dididik untuk menjadi ibu rumah tangga dan wanita karir sekaligus. Sarjana Hubungan Internasional lulusan luar negeri, jago masak, handal dalam urusan rumah tangga, dan pasti kamu pernah membaca salah satu novelnya yang tahun kemarin menjadi best seller...di puji sebagai novel cinta yang tak biasa. Kamupun memujinya sebagai pencerahan di tengah-tengah karya roman picisan lainnya. Satu lagi yang harus diwaspadai, dia ahli Thai boxing."

"haha..kamu berbicara, menjelaskan panjang-lebar seolah-olah menjadi cupid dan gwe ditakdirkan untuk menikah dengan dia, memiliki keluarga besar yang bahagia. No brother! gwe ga suka terikat."

"Yah, utarakan itu kepada ibumu tercinta. Dia yang memilihkan gadis itu untukmu, dan seperti biasa ayah hanya mengangguk menyetujui semua kata-kata bidadarinya tercinta."

"itulah kelemahan ayah...ayah kalah oleh cinta! Hidup itu kebebasan bro!"

"Tapi dalam setiap kebebasan manusia harus memiliki tujuan. Dan ayah memiliki segalanya. Karir dan kekayaan yang bisa membuatmu hidup enak sampai saat ini, cinta yang membuatnya mendapatkan anak-anak yang ia cintai lebih dari nyawanya dan ia mensyukuri semua itu dengan tetap mencinta Tuhan dan mempercai keberadaan-Nya. Tuhan yang memberikannya pendamping yang akan menemaninya ketika tua, keriput dan dianggap tak berharga."

"Hah..lo itu duplikatnya ayah gas! Kaku...c'mon! Have fun with your life! Apa perlu gwe kenalin sama kenalan cwe gwe..Lo mau yang kaya gimana? Dista yang..hmm..nakal. Erika yang walalupun habbitnya yang manja kadang nyebelin tapi dia tuh...well, u know what i like bro..owh! Siska Bimantara...she's almost perfect! smart, beautiful, sexy...."

"Haha...aku tidak membutuhkan semua gadis itu. Aku sudah punya pilihan hatiku..."

___________________________________________

Aku tidak munafik..kehadiran Ira, begitu kami di rumah ini memanggilnya, sedikit merubah rutinitasku. Kini aku terbiasa bangun pagi dengan ditemani senyumnya dan secangkir susu hangat, sarapan pagi bersama keluarga. Aku merasakan kehangatan yang tidak seperti biasanya..bisa melihat senyum ibuku yang kini baru kusadari terlihat lebih tua, tetapi dengan kecantikannya yang luar biasa. Pantas ayahku tergila-gila, bukan hanya kecantikannya, di masa muda ibuku terkenal karna kecerdasannya di akademik; keberaniannya sebagai aktivis kampus; keramahannya yang membuat semua orang merasa dihargai. Dia satu-satunya wanita yang menakhlukkan keangkuhan ayahku.

Ira bisa saja tiba-tiba muncul di studio tempat aku bekerja sebagai fotografer lepas dan di tempat aku hanya sekedar meroko dan tertawa bersama sekumpulan lelaki yang 'hampir sama' sepertiku. Jujur saja, aku tidak perhatian berlebihan yang diberikan teman-temanku kepadanya. aku tidak menyukai ketika dia membawakan makan siang bukan hanya untukku, atau ketika ia tertawa bukan karena cerita-ceritaku.

__________________________________________

Sampai ketika ibuku memintaku untuk menikahi Ira. Kami bertengkar hebat dan...dan aku melihat raiut wajah Ira yang tanpa senyuman ketika aku berteriak, "Aku tidak menyukainya! Aku tidak mencintainya dan aku tidak akan menikah dengannya atau gadis manapun! Aku tidak akan menjadi seperti ayah yang diperbudak oleh cinta!"

Dia tidak menatapku, "Cinta itu yang telah melahirkanmu, Bagas dan juga Ellen, adikmu. Cinta juga yang telah membesarkanmu hingga bisa memiliki segalanya."

Ira melangkah ke arah ibuku dan merengkuh ibu dalam pelukannya. Sebelumnya aku tidak pernah membuat ibu menangis seperti itu. Aku berpaling...berlari dari rasa perih yang menjalar yang telah membuat peluh keringatku berjatuhan dan mengeraskan urat2 dalam tubuhku.

Itulah saat terakhir aku bertemu ibuku. Meninggalkan rumah yang telah kutinggali selama 24 tahun. Meninggalkan keluargaku dan..Ira.

Tiap kehadirannya dalam ingatanku, aku menepisnya. Membohongi diriku, mencari pelampiasan bersama wanita-wanita yang bahkan tidak kukenal. Tetapi dalam setiap pelarianku, ketika aku tersungkur, di situlah Ira berdiri. Mengulurkan tangannya dan tersenyum. Dalam setiap pertemuanku dengannya, tak sekalipun ia berbicara tentang kejadian 'itu'. Dia tersenyum seperti dulu. Merawatku ketika aku sakit dan membutuhkan sosok ibu. Dan aku mencium aroma ibu dari Ira. Melihat senyum ibu diwajahnya.

DAn ketika aku tersadar, aku tetap meninggalkan aroma itu. Berlari kembali mencari apa yang kusebut sebagai kebebasan. Bermain sesuka hati. Wanita datang silih berganti. Satu yang kuyakini, ketika aku 'pulang', Ira akan berdiri di sana dan memelukku. Aku tak perlu taku kehilangan sosoknya, dia tergila-gila padaku.

______________________________

"Ra...Ira!!!" Kupukul-pukul dengan keras pintu rumah mungil itu.

Ira keluar dari balik pintu dengan gaun tidurnya dan tetap saja mempesonaku.

"Kamu mabuk lagi ya? Kali ini kenapa?" Ira memapahku masuk ke dalam rumahnya. "Siapa lagi gadis yang meninggalkanmu? Apa masalah pekerjaan?" ia memberedeli sepatu dan kaos kakiku.

"Aku buatin susu anget dulu ya.."
Kutarik lengannya, "Jangan...jangan pergi." kutundukkan kepalu dan menyandarkannya di perut Ira. Kupeluk pinggangnya yang ramping. Dan seperti biasa, ia membelaiku dengan sayang.

Aku terbangun dan mendengar suara Bagas di ambang pintu kamar.

"Kita tidak bisa terus memanjakannya. Dan kamu tidak bisa terus-terusan mengalah untuknya..cobalah mengerti posisiku!"
SAyup-sayup suara Bagas terdengar. "Aku terlalu mencintaimu! Dia adikku, tapi aku tidak tahan melihatnya memperlakukanmu seperti sampah!"

Ira terdiam dan melihatku terhuyung berjalan ke arahnya. "Mara!" ia memapahku ke sofa.

"Tinggalkan kami berdua Ira..". Bisik Bagas pada Ira.

"Kamu terlihat sangat menyedihkan...sudah kau temukan kebebasanmu?"

"Sudahlah, apa yang mau lu sampein sama gw? Kenapa Ira sedih?

"ternyata kamu masih perduli apakah Ira sedih atau tidak?"

"Tentu saja!" Jawabku sengit.

"Atas dasar apa?"

"Gwe...Gwe..Gwe sayang sama dia!"

"Dan aku mencintainya lebih dari yang kamu tau!"

Aku terdiam. "Aku telah melamarnya, kami akan menikah."

Aku tertawa, ku anggap semua bohong. Tidak mungkin Ira meninggalkanku, dia mencintaiku! "Lo mabok Gas...Ira, Ira itu cuma cinta sama gwe!"

"SAtu-satunya alasan Ira tetep ada di samping kamu cuma karena itu pesen terakhir ibu sebelum meninggal! Ibu cuma pengen Ira menjaga kamu! Ibu menjagamu melalui Ira!"

"Lo ngomong apa si Gas??!! Maksud lo apa pesen trakhir ibu?! Jaga mulut lo! Mana mungkin ibu meninggal tapi gwe ga tau!"

"Karna kamu sibuk dengan kebebasanmu dan menggoda wanita-wanita murhan di jalan! Tidak sekalipun kamu menjejakkan kaki ke rumah dan melihat bagaimana kondisi ibu! Atau ayah yang hancur karena kehilangan istri yang dicintainya! Lihat sekarang, bagaimana ayah tergolek lemah memanggil-manggil nama ibumu! memanggil namamu!"

"Lo ga bilang! Ira ga pernah bilang!"

"Karena ibu ga mau maksa kamu pulang! Dia mau kamu pulang atas kesadaran kamu! Ibu tidak ingin kamu merasa terkurung dengan cintanya!"

Aku menjadi sosok lelaki yang sangat cengeng! seperti bayi, konyol! Aku menangisi semua yang telah kulewatkan, semua yang telah hilang dari hidupku tanpa aku pernah berusaha menjaganya. Aku kehilangan ibuku..dan Ira..dia akan meninggalkanku...

Ira memelukku...ya, aku butuh pelukan ini. Ira..milikku..
"Kamu ga boleh ninggalin aku...kamu milikku Ra!!!"

"Sadarlah, Mara Ardi Subagja, tidak semua hal bisa kamu miliki. Lihatlah dirimu, apa yang bisa kamu berikan untuk Ira? cinta? kamu tidak punya hati untuk mencintai..kamu hanya mencintai kebebasanmu. Harta? kamu tidak lagi memiliiki itu ketika kamu membunuh ibuku!"

"Diem lo Gas!" Aku meninju wajah Bagas dengan penuh kemarahan. "Gwe ga pernah bunuh ibu gwe!"

"Hentikan Mara! Hentikan!

Aku menoleh ke arah Ira, "kamu pilih aku atau Bagas?!"

"Semuanya telah berubah sejak kamu pergi. Hati aku juga berubah..alasan aku bertahan di sampingmu adalah ibumu.... Dan aku, aku telah lama belajarmenerima cinta Bagas dan hatiku belajar untuk mencintainya. Dan aku belajar untuk tidak memilikimu.."

___________________________________

"Om Mara!!!" Dua keponakan kecilku yang kembar berlarian mengelilingi pekarangan rumah.

Melihat mereka, mengingatkanku akan pernikahan kedua orang tua mereka.
Melepaskan milikmu yang paling berharga demi kebahagiaannya adalah hal terbaik yang pernah aku lakukan. Melepaskan Ira adalah keputusan terbaik yang pernah aku buat. Dan akhirnya keputusan itu mampu menuntunku menemukan tujuan hidupku.

Kakakku menikah dengan gadis yang kucintai, dan aku terlambat menyadari hal itu. Tetapi itu lebih baik, toh, akhirnya aku tetap bisa melihat Ira dengan senyumnya...melalui cintanya, ia memberiku dua ponakan perempuan yang kecentilannya mengalahkan model-model wanita yang bisa membuat istriku cemberut. Hahaha..iya, akhirnya aku mengakhiri kebebasanku. Menemukan seseorang yang bisa mengikatku.

Almaeda. jauh berbeda dari Ira. Ia tidak memiliki kelembuatan seorang ibu seperti Ira. Dia sosok gadis yang kuat, tetapi aku jatuh cinta dengan kelemahannya yang menjadikannya begitu sempurna dimataku. Aku tak lagi menutup mataku hanya untuk sosok Ira yang tidak lagi menjadi milikku. Aku menjaga apa yang kumiliki, membuatnya tetap ada di sampingku.

_Sabtu, 14 November 09_

Okay, thanks for attention! Have a wonderful day u all!